Saturday, May 19, 2007

Soumena Terancam Dipolisikan

Rakyat Merdeka. Asisten II Pemerintah Provinsi (Pemrov) Maluku Rahman Saumena, terancam dipolisikan menyusul pembangunan rumah pengungsi di Dusun Dati Wasila, Desa Batumerah, Ambon.
Upaya ini bakal dilakukan oleh Kepala Dati Marga Hatala yang diwakilkan oleh Achmad Hatala jika pembangunan pemukiman rumah pengungsi di Dusun Dati Wasila yang merupakan milik Marga Hatala tidak dibatalkan.
Alasannya penggugat mengajukan laporan polisi lantaran merasa dirugikan atas pembangunan rumah pengungsi yang dibangun oleh CV Balvir itu.
Dalam proses pembangunannya, Dinas Sosial Provinsi Maluku sebagai owner pengadaan perumahan pengungsi, sementara Rahman Soumena diduga kuat terlibat dalam pembangunan rumah pengungsi dimaksud.
"Dalam waktu dekat kami akan melayangkan laporan polisi terhadap Rahman Saumena. Pasalnya, beliau yang diduga bertanggungjawab atas segala pembangunan rumah pengungsi di Dusun Dati Wasila milik Marga Hatala. Untuk segala bukti keterlibatan Soumena kami sudah rangkum semuanya. Dan sehari dua tinggal kami limpahkan ke polisi untuk diproses,"tegas Muh Kasim Usemahu, kuasa hukum Achmad Hatala saat bertatap muka dengan wartawan di Kafe Hatukau Desa Batumerah Ambon, Kamis (2/11).
Dalam kesempatan itu Usemahu didampingi Asisten Kuasa Hukum Abdullah Payapo serta penggugat asli Ahcmad Hatala.
Menurut Usemahu, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Ambon dengan perkara perdata No 01/Pdt.G/2006/PN.AB tertanggal 26 September 2006 telah mengabulkan gugatan penggugat.
Dengan begini keberadaan tanah pada lokasi sengketa yang dikenal dengan Dusun Dati Wasila bukan milik tergugat I Achmad Masawoy dari Marga Masawoy, tergugat II Costanta Risampessy, Direktur CV Balvir, tergugat III, gubernur Maluku serta tergugat IV Dinas Sosial (Dinsos) Maluku.
Selain itu dalam putusan tetap di PN Ambon terhadap kepemilikan tanah lokasi sengketa itu, sudah sangat jelas. Untuk itu, tindakan yang dilakukan oleh tergugat I dalam memasuki, menguasai, menggusur, membabat pohon dan tanam-tanaman berikut mendirikan kurang lebih 50 unit rumah di atas tanah sengketa merupakan perbuatan melanggar hukum.
Ditambahkan pula yang berkaitan dengan transaksi pengalihan hak yang telah dilakukan secara bersama-sama oleh pihak tergugat I, tergugat III dan tergugat IV diatas tanah tersebut batal demi hukum.
Demikian halnya yang berkaitan dengan transaksi pekerjaan membangun rumah pengungsi dari tergugat III dan tergugat IV, kepada pihak tergugat II diatas di Dusun Dati Wasila milik Marga Hatala tersebut semuanya batal demi hukum, dan segala konsekwensi yang ditimbulkannya ditanggung oleh tergugat II, III dan IV.
Pasalnya, mereka telah menyatakan dan menerima putusan PN. Dengan demikian, kata Usemahu, status tanah pemukiman yang didiami pengungsi merupakan pemukiman liar.

Lanjut?

PH Aminudin Bugis Menangkan Sidang Pra Pradilan

from : http://www.balagu.com/
Ir. Aminudin Bugis.MM yang pada beberapa waktu lalu melalui Penasehat Hukum (PN) Muh. Kasim Usemahu, SH serta Halim Umamit, SH (Pemohon-Red) telah melakukan pra peradilan Kapolres Buru (Termohon-Red), berkenaan dengan upaya paksa disertai dengan proses penahanan oleh Polres Buru serta proses penahanan lanjut oleh Kejaksaan Negeri (Kajari) Namlea.
Akhirnya, lewat surat keputusan yang disampaikan Hakim tunggal Jhon Telew, SH dalam persidangan yang digelar Kamis (27/7) kemarin, menerima semua keberatan yang diajukan PH pemohon serta menolak semua dalil yang diungkap termohon dalam persidangan.
Berkenaan dengan putusan tersebut, PH pemohon yang ditemui usai persidangan tersebut mengungkapkan, dengan dikeluarkannya putusan tersebut maka, tidak langsung mengisyaratkan bahwa klien kami sesegera mungkin harus dibebaskan dari rumah tahan Polres Buru.
Dikatakannya, keputusan yang dibacakan tadi oleh Hakim, didasakan sebuah alasan hukum yang tepat. Dimana, apa yang dilakukan Polres Buru, secara jelas telah melanggar Pasal 17 KUHP. Pasalnya, dalam pasal tersebut mengisyaratkan bahwa penyidik dalam melakukan proses penangkapan terhadap seseorang, haruslah disertai dengan bukti permulaan yang cukup.
“Jadi sewaktu penyidik melakukan proses penangkapan, haruslah diberikan sebuah bukti serta alasan yang tepat. Apalagi, sampai melakukan proses penahanan. Yang paling membahayakan lagi, apabila proses penangkapan disertai penahanan terhadap seseorang tanpa ada bukti yang kuat, maka yang akan menjadi korban adalah orang yang tersebut,” ungkapnya, seraya menambahkan, hal tersebut yang saat ini dialami klien kami.
Ditambahkannya, dengan dilakukannya proses penahanan terhadap kliennya maka secara tidak langsung telah menurunkan harkat dan martabatnya. Apalagi klien kami merupakan pejabat publik. Untuk itu, kedepan kami berjanji akan melakukan upaya hukum lanjutan terhadap Polres Aru, atas berbagai tindakan yang telah dilakukan klienya selama berada di dalam tahanan Polres Buru.
Lebih lanjut Husemahu dan Umamit mengungkapkan bahwa, apa yang dilakukan mereka, tidak lain untuk menunjukan proses yang diterapkan pihak penyidik selama ini salah dan perlu dibenahi.

Lanjut?

[INDONESIA-NEWS] JKTP - Reports of Forced Conversion in Maluku Confirmed

from : http://www.thejakartapost.com :
Reports of forced conversion in Maluku confirmed: Governor AMBON, Maluku (JP): The administrator of the state of civil emergency in Ambon, Saleh Latuconsina, confirmed here on Wednesday some Kesui islanders in Central Maluku had been forced to convert religion. Saleh, who is the governor of Maluku, was briefing the media after meeting with members of a joint team assigned to investigate a clash on Kesui island. The joint team found evidence indicating that the islanders had been forced to convert religion, he said. The islanders, who refuse the order by certain group of people, demanded to be taken off of the island, according to the team.

Saleh told the media the team had evacuated 170 residents of the ravaged island. "Sixty-three were from Kesui island and 109 from the island of Teor. There are still some 800 people who need to be transported off the islands, 700 of whom are Kesui islanders."
"It is not that easy to take people off of the island, but we have decided that they must be evacuated. We are talking about people's lives." The joint team sent to Kesui island consisted of officials from the National Commission on Human Rights and the local religious affairs office, as well as members of the civil emergency administration.
Saleh also denied earlier media reports that 93 Kesui islanders had been killed in the November clash. "That's totally incorrect. There were only nine people killed. The refugees told us about it." He called on the media not to exaggerate stories. "Please, don't file reports that can create new problems. Please be wiser and restrain yourselves."
According to earlier reports, hundreds of Utha villagers on Kesui island were taken hostage in November by a religious task force. These hostages were then forced to convert their religion on the threat of death.

Campaign

Meanwhile, the Makassar branch of the Legal Aid Institute (LBH) filed a police report against a group of Maluku Muslims for disrupting a Maluku peace forum on Monday evening. The chairman of the LBH Makassar branch, Mappinawang, told The Jakarta
Post here on Wednesday he filed a complaint against a man identified as Kasim Usemahu for deploying people to interrupt the Baku Bae peace forum, initiated by a group of Muslims and Christians from Maluku.

"Kasim and his friends seized all the papers to be presented at the meeting. They tore down the banners. They turned the peace campaign forum into chaos. We reported Kasim to the police because he committed an act of anarchy," Mappinawang said. A private television reported on Wednesday Kasim's group also threatened the people gathered for the forum, forcing them to flee the meeting.
Kasim said those involved in the peace campaign were seeking to profit from the political enterprise, while ignoring the core problems in Maluku. The Baku Bae campaign is aimed at bringing about a reconciliation between Muslims and Christians in Maluku. The campaign has held events in Yogyakarta and Surabaya without incident.
According to Kasim, what the people of Maluku need is the enforcement of the law, not reconciliation. "Just bring to court those who are instigating the attempt to separate Maluku from the Republic of Indonesia." (49/27/sur)

Lanjut?