Thursday, July 5, 2007

SOLUSI KONKRIT PENYELESAIAN KONFLIK MALUKU II

Fakta terbaru, isu teroris dan pengeboman (akibat propaganda Yahudi Amerika dan Eropa) yang menyita perhatian dunia, terkesan disikapi secara berlebihan oleh pemerintah, sebagai bukti pemerintah melalui Detasmen Khusus (DENSUS) 88 Anti Terornya terlihat cukup responsif dalam melacak setiap aksi teroris yang terjadi, sebegitu cepatnya hingga dalam hitungan jam aksi tersebut dapat diungkap bahkan bila perlu sampai pada identifikasi pelaku kejahatan. Hal ini mengundang tanya kenapa pada konflik Maluku tidak terjadi hal yang demikian?
Dalam hal ini bukan berarti kita menutup mata apalagi meremehkan konflik yang terjadi di Aceh, Papua dan aksi-aksi teror serta pengeboman yang terjadi di Indonesia, akan tetapi cobalah pemerintah dengan hak politik dan segala kewenangannya menyatakan secara tegas bahwa status konflik Maluku sama dengan yang terjadi di Aceh dan Papua sebagai tindakan separatis yang mengarah pada disintegrasi bangsa yang bentuk penyelesaiannya pun harus melibatkan komponen bangsa ini secara kolektif.
Menarik untuk dicermati adalah gerakan separatis RMS, sesungguhnya lebih berbahaya dibandingkan dengan Terorisme. Mengapa demikian? Alasan paling mendasar adalah obyek dari terorisme itu sendiri. Obyek terorisme di Indonesia adalah semua aset Yahudi Amerika dan kroni-kroninya. Terorisme terjadi sebagai reaksi ketidakpuasan pelaku teror terhadap tindakan-tindakan Yahudi Amerika CS yang sebenarnya sebagai pelaku pelanggaran HAM nomor wahid di dunia.
Kalaupun aksi Terorisme ini berakibat fatal pada stabilitas bangsa dan pelanggaran terhadap HAM dan menimbulkan rasa tidak aman bagi setiap orang dalam melakukan aktifitasnya namun disisi lain hal itu tidak mengancam pada upaya disintegrasi bangsa. Argumentasi ini bukan berarti membenarkan aksi-aksi teror yang terjadi selama ini akan tetapi sekedar mengkomparasi akibat yang ditimbulkan oleh aksi teroris dan separatis.
Sedangkan Separatis RMS bukan saja menjadi bahaya laten bagi bangsa Indonesia sejak tahun 1950, tetapi telah melanggar HAM dan Kemanusiaan hingga melahirkan rasa traumatik yang berkepanjangan. Selain itu Separatis RMS sesungguhnya adalah Teroris sejati karena senantiasa menebarkan aksi teror demi mewujudkan keinginannya. hal ini bermuara pada ancaman serius terhadap ketahanan nasional sebab mengarah pada upaya pemisahan diri (disintegrasi) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Fenomena yang berkembang terakhir, justru aktifitas gerakan Separatis RMS semakin marak, hal ini ditandai dengan tetap dilaksanakannya upacara peringatan hari ulang tahun RMS setiap tahun walaupun dalam pengawalan aparat keamanan yang melibatkan ribuan personil, pengibaraan bendera RMS, pengeboman di tempat-tempat umum di Kota Ambon, dan yang paling anyar adalah penemuan 60 lembar bendera Separatis RMS, amunisi jenis SS1 dan ratusan kain berwarna yang siap dijadikan bendera RMS yang nantinya disiapkan sebagai KADO MANIS khusus untuk menyambut kedatangan bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan rombongan serta undangan dalam peringatan HARGANAS di Ambon, yang ditemukan dari salah satu rumah warga, di Kelurahan Batu Meja, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon pada tanggal 22 Juni 2007.
Mestinya hal itu telah menjadi warning bagi seluruh aparat keamanan di Maluku, akan tetapi yang terjadi kemudian justru aksi Separatis RMS dengan leluasanya membentangkan bendera ”BENANG RAJA” di depan Presiden Republik Indonesia. Tindakan ini merupakan preseden buruk yang bukan saja telah merendahkan harkat dan martabat bapak Susilo Bambang Yudhoyono secara pribadi, Presiden maupun sebagai Kepala Negara, akan tetapi KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA TELAH DIINJAK-INJAK OLEH SEPARATIS RMS.
Tindakan berani yang dilakukan oleh Separatis RMS dengan momen HARGANAS, sesungguhnya dalam rangka menarik simpati dunia sekaligus Shock teraphy bagi bangsa Indonesia, sebagai bukti bahwa Separatis RMS masih eksis di bumi Maluku. Hal ini jangan dilihat dari kuantitas personil yang muncul dipermukaan, sebab itu tidaklah menjadi ukuran dalam menilai gerakan Separatis RMS, karena akibat yang ditimbulkan tetaplah mengancam dan berbahaya bagi kedaulatan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Seminggu sebelumnya, informasi yang telah disampaikan oleh Badan Intelijen bahwa Separatis RMS akan beraksi pada Peringatan HARGANAS, sebagai bentuk kehati-hatian khususnya pada TNI/POLRI dalam melakukan pengamanan pada peringatan tersebut. Termasuk penemuan beberapa bendera, amunisi dan dokumen Separatis RMS pada tanggal 22 Juni 2007. mestinya informasi dan penemuan atribut Separatis RMS tersebut, menjadi bahan evaluasi dalam pengamanan peringatan HARGANAS. Akan tetapi hal tersebut tidak ditindaklanjuti secara serius oleh aparat keamanan di Maluku. Lebih tragis lagi, preseden yang memalukan dan menodai citra bangsa Indonesia ini, h a n y a dinyatakan sebagai KECOLONGAN bukan KESENGAJAAN yang telah direncanakan sebelumnya oleh Separatis RMS.
Hal ini sangatlah memilukan, dua institusi keamanan negara secara sadar telah di permalukan oleh Separatis RMS di hadapan rakyat Indonesia dan dunia, masih saja dikatakan sebagai aksi segelintir orang yang tidak berbahaya. Justru yang sangat disayangkan ucapan itu dilontarkan oleh Yang Terhormat Bapak Wakil Presiden RI (Yusuf Kalla) ”bahwa tindakan RMS yang dilakukan dalam insiden HARGANAS merupakan aksi segelintir orang dan orang Islam pun ada yang RMS” kalimat itu bukan saja telah menyimpang dari sejarah perjuangan Indonesia akan tetapi lebih dari pada itu telah melukai perasaan Rakyat Maluku Pro NKRI. Dan bentuk pengingkaran terhadap perjuangan Para Syuhada bangsa yang gugur mulai dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1999 sebagai wujud tanggungjawab dalam mempertahankan Wilayah Kesatuan Republik Indonesia dari pemberontakan Separatis RMS.
Dari Insiden HARGANAS, ada hikmah yang mesti dipetik bahwa Persoalan Konflik Maluku belum selesai selama Gerakan Separatis RMS belum dimusnahkan dari Bumi Maluku dan Indonesia. Mengomentari hal tersebut terlepas dari skenario politik dan Upaya Komersialisasi RMS sebagai komoditas oknum tertentu di Maluku, sewajarnya konflik Maluku bukan hanya difokuskan sebatas pada pengusutan inseden HAGARNAS yang memalukan itu.
Mutasi para pejabat yang bertanggungjawab dalam insiden HARGANAS bukan solusi terbaik penyelesaian konflik Maluku, karena selama aktor intelektual Separatis RMS belum di perangi maka konflik di Maluku tidak akan pernah tuntas.
Aksi yang s e n g a j a dipertontonkan oleh Separatis RMS dalam bentuk tarian perang ”Cakalele” hanyalah Show Force terhadap republik ini, naman hal ini jangan dipandang sebagai tindakan sepele, sebab hal tersebut merupakan bagian dari Grand Design, perang urat saraf, perang dingin atau apapun namanya, sebagai modus baru pergerakannya. Olehnya itu dibutuhkan sikap serius dari pemerintah dalam menangani persoalan Separatis RMS di Maluku karena akibat yang ditimbulkan lebih berbahaya dari sekedar aksi teroris.
dengan kata lain “Teroris Belum Tentu Separatis, Tetapi Separatis Sudah Pasti Teroris”.

Untuk itu dirasa perlu adanya upaya-upaya konkrit yang mestinya segera dilakukan, untuk selanjutnya di tindak lanjuti sebagai berikut :
1.Meminta kepada pemerintah RI untuk mengeluarkan keputusan hukum melalui lembaga hukum ataupun melalui keputusan politik pemerintah untuk menyatakan Gerakan Separatis RMS sebagai organisasi terlarang di Indonesia.
2.Meminta sikap tegas pemerintah RI untuk menyatakan bahwa Separatis RMS adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap pelanggaran hukum dan HAM dalam konflik Maluku sejak Tahun 1999 sampai saat ini.
3.Meminta kepada Pemerintah RI agar Rekonsiliasi Malino II dinyatakan batal demi hukum karena tidak representatif dan telah mencederai proses penegakan hukum di Indonesia.
4.Menuntut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) untuk melakukan investigasi terhadap tindakan pelanggaran HAM di Maluku selama konflik.
5.Meminta kepada Badan Intelijen Negara (BIN) untuk segera mengungkap mata rantai dari gerakan Separatis RMS yang telah melakukan makar terhadap NKRI.
6.Meminta kepada pemerintah RI untuk segera menangkap dan menghukum mati pimpinan Front Kedaulatan Maluku (FKM) dr. Alex Manuputty.
7.Mendesak kepada pemerintah RI khususnya POLDA MALUKU agar lebih tegas dalam mengungkap konspirasi RMS dengan tidak hanya melakukan penyitaan terhadap atribut-atribut gerakan Separatis RMS saja, akan tetapi diperlukan tindakan lain yang tidak bertentangan dengan hukum (diskresi) seperti perintah tembak mati di tempat bagi siapa saja yang membuat, menyimpan, menaikkan bendera RMS dan/atau melakukan aktivitas RMS dalam bentuk apapun.
8.Meminta/mendesak Gubernur dan Ketua DPRD Propinsi Maluku, agar dalam penyelesaian konflik Maluku tidak hanya difokuskan sebatas pada pengusutan inseden HARGANAS, tetapi lebih difokuskan pada pengusutan aktor-aktor intelektual Separatis RMS.
9.Meminta dengan hormat kepada seluruh elemen masyarakat dan elite politik, agar tidak mengeluarkan pernyataan berkenaan dengan Separatis RMS yang tidak sesuai dengan fakta dan realita, karena akan berdampak negatif di masyarakat.

Dengan dilakukannya upaya-upaya konkrit diatas, adalah bukti sikap tegas pemerintah RI terhadap penyelesaian konflik Maluku. Dengan demikian proses hukum yang dilakukan mengangkat harkat dan martabat manusia bagi korban dalam konflik Maluku. Jatuhnya korban dan keluarga yang ditinggalkan membutuhkan pengakuan pemerintah bahwa apa yang mereka lakukan adalah wujud nasionalisme yang sesungguhnya. Semoga mereka yang telah pergi meninggalkan kita adalah yang terpilih untuk meluruskan langkah kita selanjutnya. Amin!
Demikianlah pernyataan yang kami buat, dengan harapan dapat dimaklumi untuk selanjutnya ditindaklanjuti.

No comments: